ASKEP ANAK DENGAN FRAKTUR
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari tenaga tersebut, keadaan tulang
dan jaringan lunak disekitar tulang menentukan apakah fraktur itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan
pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Cedera pada salah satu bagian
sistem muskuloskeletal biasanya menyebabkan cedera atau disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur yang dilindungi atau disangganya. Bila tulang patah,
otot tak bisa berfungsi, bila saraf tak dapat menghantar impulse ke otot,
seperti pada paralysis, tulang tak dapat bergerak, bila permukaan sendi tak
dapat berartikulasi dengan normal baik tulang maupun otot tak dapat berfungsi
dengan baik. Jadi meskipun fraktur secara primer hanya mengenai tulang, namun
juga mengakibatkan cedera pada otot, pembuluh darah, dan saraf di sekitar
daerah fraktur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
Fraktur adalah kerusakan
kontinuitas tulang, tulang rawan epiphysis atau tulang rawan sendi yang
biasanya melibatkan kerusakan vaskuler dan jaringan sekitarnya, yang ditandai
dengan nyeri, pembengkakan, dan tenderness.(Suriadi dan Yuliani, 1997).
B. Etiologi
¨
Trauma yang diakibatkan oleh
kecelakaan dari kendaraan, jatuh, olah raga
¨
Sekunder disebabkan oleh
penyakit: osteogenesis imperfekta dan kanker
C.
Pathopisiologi
Trauma yang mengakibatkan fraktur
akan dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur mulai dari otot fascia,
kulit sampai struktur neoromuskuler atau organ-organ penting lain.
Pada saat kejadian kerusakan
terjadilah respon peradangan dengan pembentukan gumpalan atau bekuan fibrin.
Osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang besar untuk membentuk suatu matrix tulang
baru antara fragmen-fragmen tulang. Garam kalsium dalam matrix membentuk kallus
yang akan memberikan stabilitas dan menyokong untuk pembentukan matrix baru.
D.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Ø Nyeri atau tenderness
Ø Immobilisasi
Ø Menurunnya pergerakan
Ø Adanya krepitasi
Ø Ecchymosis dan eritema
Ø Spasme otot
Ø Deformitas
Ø Bengkak atau adanya memar
Ø Gangguan sensasi
Ø Hilangnya fungsi
Ø Menolak untuk berjalan atau bergerak
E.
Pemeriksaan Penunjang
·
Foto rontgen
·
Pemeriksaan fisik
·
Pemeriksaan darah: Hemoglobin,
Haematocrit
·
Laju endap darah
F.
Komplikasi
§ Infeksi
§ Kompartemen sindrom
§ Kerusakan kulit, abrasi, laserasi, penetrasi, necrosis
§ Gangren
§ Emboli paru
§ Trombosis vena
§ ARDS
§ Osteoporosis pasca trauma
§ Ruptur tendon
§ Syok: haemoragik, neurogenik
§ Pembuluh darah robek
§ Osteomielitis
§ Tetanus
§ Batu ginjal bila lama immobilisasi
G.
Penatalaksaan
1.
Prinsip penanganan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a.
Reduksi fraktur
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragment tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi
terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih
bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Reduksi
fraktur harus segera dilakukan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, reduksi fraktur menjadi sulit bila cedera sudah mulai mengalami
penyembuhan.
1.
Reduksi tertutup
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual.
2.
Traksi
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
immobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3.
Reduksi terbuka
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah, fragment tulang direduksi. Alat fiksassi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragment tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat
diletakkan di sisi tulang atau dipasang melalui fragment atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragment tulang.
b.
Immobilisasi ftraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi segera dapat dilakukan setelah fiksasi interna dan eksterna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan gips, bidai, traksi kontinyu, pin,
dan teknik gyps, atau fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk
fiksasi yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
c.
Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi (rehabilitasi)
Mempertahankan dan
mengembalikan fungsi dilakukan untuk penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imoblisasi harus dipertahankan sesuai dengan kebutuhan.
Status neurovaskuler dipantau. Latihan isometric dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atropi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian
secara bertahap pada aktivitas semula diusakan sesuai dengan batasan
therapeutic.
2.
Penatalaksanaan kedaruratan
Bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilasai bagian
tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum
dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disanga di atas dan di bawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan fragment
jaringan lunak. Dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri pada fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragment tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragment
tulang.
Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang memadai,
yang kemudian dibebat dengan kencang. Immobilisaasi tulang panjang ekstremitas
bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama, dengan
ekstremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera.
Pada cedera ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah
yang cedera digaantung pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji
untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan ferifer.
Pada fraktur
terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk mencegah
kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan reduksi
fraktur, bahkan bila ada fragment tulang yang keluar melalui luka. Esktremitas
sebisa mungkin jangan digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
3.
Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan bervariasi sesuai dengan jenis fraktur. Cara
penatalaksanaannya mencakup reduksi, traksi, pemasangan gips, dan remodeling.
Analgesik diberikan untuk menghilangkan rasa sakit. Dosis dan jenisnya
tergantung pada intensitas nyeri anak.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian
data fokus:
a.
Kaji riwayat fraktur
b.
Kaji tempat cedera untuk nyeri,
pembengkakan, warna kulit, status neurovaskuler
c.
Muskuloskeletasl; deformitas
skeletal, spasme otot, nyeri atau tenderness, krepitasi
d.
Neurologi; hilangnya fungsi,
perubahan sensasi, parethesis, paralisis
e.
Neuormuskuler; ekstremitas
dingin, pucat, hilangnya fungsi, bengkak, mati ras, geli
f.
Integumen; bengkak, memar,
laserasi
g.
Kaji nadi bagian distal
B. Asuhan Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1.
Nyeri berhubungan dengan spasme
otot dan bengkak
2.
Perubahan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan pendarahan, pembengkakan, pemasangan gips dan atau
traksi
3.
Esiko injuri berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler
4.
Resiko gangguan fisik kulit
berhubungan dengan immobilisasi
5.
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri untuk mobilisasi, dan pemasangan gips atau traksi
6.
Kurangnya perawatan diri
berhubungan dengan immobilisasi
7.
Kecemasan berhubungan dengan
hospitalisasi dan adanya fraktur
8.
Kurangnnya pengetahuan
berhubungan dengan kondisi fraktur dan kebutuhan perawatan
9.
Gangguan tumbuh kembang
berhubungan dengan hospitalisasi dan immobilisasi
10.
Resiko infeksi berhubungan
dengan fraktur terbuka
11.
Resiko konstipasi berhubungan
immobilisasi
C. Intervensi Keperawatan
1. Rencana
tindakan keperawatan
a. Nyeri berhubungan
dengan spasme otot dan bengkak
Tujuan: Anak akan menunjukkan rasa nyeri berkurang yang ditandai dengan
ekspresi wajah relaks atau tidak menyeringai dan merasa nyaman, dapat tidur,
dan tidak gelisah.
Rencana tindakan:
*
Kaji tuingkat nyeri dengan menggunakan
skala nyeri
*
Berikan support daerah fraktur
atau terpasang gips/traksi dengan bantal
*
Atur posisi dengan kesegarisan
*
Merubah posisi anak secara
hati-hati
*
Hindari tempat tidur yang ada
getaran-getaran
*
Gunakan terapi distraksi dan
sentuhan terapeutik
*
Pemberian obat analgesik sesuai
program
b. Perubahan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan
perdarahan, pembengkakan, pemasangan gips dan atau traksi
Tujuan: Perfusi jaringan perifer adekuat
yang ditandai dengan nyeri berkurang, nadimkuat, warna kulit pink dan hangat,
pengisian kembali kapiler normal, dan sensasi normal
Tindakan Keperawatan:
*
Kaji nadi distal area fraktur
setiap 2 – 4 jam
*
Kaji warna kulit, suhu8,
capillary refill0 bandingkan tekanan nadi pada area yang tidak terlibat, tekanan,
dan sensasi setiap 15menit untuk jam pertama kemudian setiap 2 – 4 jam
*
Kaji pergerakan daerah distal
pada area fraktur
*
Support sirkulasi dengan
mobilisasi daerah yang tidak terlibat seperti melakukan pijatan derah yang
tertekan
c. Resiko injuri berhubungan
dengan gangguan neuromuskuler
Tujuan: Anak akan terbebas dari injuri dan integritas neuromuskuler dapat
dipertahankan yang ditandai dengan warna kulit dan temperatur norma, nadi
perifer dapat teraba dan kuat, dan tidak ada keluhan nyeri.
Tindakan
keperawatan:
*
Kaji kebutuhan untuk pemasangan
gips sesuai protokol
*
Bersihkan daerah kulit untuk
pemasangan gips atau traksi dan berikan pelapis gips (cotton wool, padiding dan
lainnya)
*
Kaji status neuromuskuler
setiap 2 jam setelah pemasnagan gips atau traksi, warna kulit, temperatur,
pergerakan, nadi distal, pembengkakan, capillary reffil dan sensasi
*
Pertahankan integritas gips
dengan memberikan sokongan bantal dan perubahan posisi integritas setiap 2 – 4
jam
*
Kaji t5raksi sesuia dengan gaya
yang dibutuhkan, yakinkan bahwa beban terikan sesuai
*
Pertahankan kesegarisan tubuh
*
Tinggikan sedikit daerah
ekstremitas di atas level jantung untuk meningakatkan venous return dan
menurunkan edema
*
Kaji adanya komplikasi
kompartemen sindrom, kerusakan saraf, osteomielitis, injuri epipheseal
*
Hindari pemakaian bantal
plasitik
*
Kaji adanya tekanan-tekanan
pada area tubuh dan pemasangan gips atau traksi
*
Pertahanklan gips tetap kering
d. Resiko
gangguan integritas kulit berhubungan
dengan immobilisasi
Tujuan: Integritas kulit dapat
dipertahankan dan tidak terjadi infeksi
Tindakan Keperawatan:
*
Kaji integritas kulit khususnya
bagian menonjol dan tertekan
*
Kaji area terpasang kawat pada
traksi setiap 4 – 8 jam
*
Reposisi setiap 2 jam
*
Lakukan pemijatan untuk
meningkatkan sirkulasi
*
Bersihkan dan keringkan kulit
setiap 2 kali sehari
*
Berikan pengalas yang lembut di
bawah punggung atau kaki
*
Lindungi kelembaban kulit
*
Berikan terapi bermain sesuai
fisik
e. Gangguan mobilisasi fisik
berhubungan dengan nyeri untuk mobilisasi, dan pemasangan gips atau traksi
Tujuan: Anak dapat melakukan mobilisasi
pada ekstermitas yang tidak mengalami sakit
Tindakan keperawatan:
*
Kaji kemampuan sendi dan
kekuatan otot setiap 8 jam
*
Pertahankan ketepatan kesegarisan pada area yang fraktur atau tubuh
*
Lakukan R OM
*
Monitor serum BUN dan creatinin
phosphokinase (CPK)
*
Gunakan stoking elastis untuk
mencegah trombo emboli
*
Berikan makanan tinggi protein
dan kalsium
*
Pertahankan hidrasi yang
adekuat, juga monitor intake dan out put
*
Monitor status pernafasan dan
auskultasi bunyi nafas
f. Kurangnya perawatan
diri berhubungan dengan immobilisasi
Tujuan: kebutuhan
aktivitas sehari-hari terpenuhi
Tindakan keperawatan:
*
Bantu anak dalam memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari, makan-minum, kebersihan perorangan, eliminasi,
aktivitas bermain, mengenakan pakaian, merubah posisi
*
Tingkatkan kemandirian anak
dalam memenuhi kebutuhan aktivitas
*
Libatkan keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari pada anak dengan disimulasikan
*
Menghindari kerusakan gips,
basah dan garukan
g. Kecemasan berhubungan dengan
kondis fraktur dan kebutuhan perawatan
Tujuan: Anak dan keluarga menunjukkan
rasa cemas berkurang yang ditandai dengan mengekspresikan perasaan secara
verbal
Tindakan keperawatan:
*
Jelaskan tentang kondisi yang
dialami anak
*
Ajarkan anak dan orang
tua/keluarga untuk mengekspresikan perasaan secara verbal
*
Jelaskan semua prosedur yang
akan dilakukan
*
Ajarkan orang tua/keluarga
untuk berpartisipasi dalam perawatan
*
Berikan terapi bermain yang
disukai dan sesuia dengan usia
h. Kurangnya pengetahuan
berhubungan dengan kondisi fraktur dan kebutuhan perawatan
Tujuan: secara verbal keluarga memahami
perawatan yang dibutuhkan oleh anak yang ditandai dengan aktif berpartisipasi
dalam perawatan anak
Tindakan keperawatan:
*
Jelaskan tentang kondisi anak
*
Jelaskan semua prosedur yang
akan dilakukan dan alasannya
*
Ajarkan pada orang tua
bagaimana mencegah infeksi
*
Ajarkan untuk meningkatkan
kesembuhan tulang; intake nutrisi tinggi, protein dan kalsium
i. Gangguan tumbuh
kembang berhubungan dengan
hospitalisasi dan immobilisasi
Tujuan: anak akan memperlihatkan
perkembangan tumbuh kembang yang sesuia dengan usia yang ditandai dengan tidak
menangis, meningkatnya kemandirian dalam perawatan diri, kebutuhan tidur
terpenuhi, dan orang tua melakukan support serta berpartisipasi aktif
Tindakan keperawat:
*
Kaji tumbuh kembang anak
*
Berikan aktivitas yang sesuai
dan ajarkan pada orang tua untuk partisipasi
*
Intruksikan agar keluarga
menemani anak
*
Berikan terapi bermain
*
Pertahankan lingkungan yang
tenang
*
Jelaskan semua prosedur yang
akan dilakukan pada anak
j. Resiko infeksi berhubungan
dengan fraktur terbuka
Tujuan: anak tidak memperlihatkan
tanda-tanda infeksi yang ditandai dengan tanda-tanda vital dalam batas normal,
luka kering, tidak terdapat purulent atau pus
Tindakan keperawatan:
*
Kaji tanda-tanda infeksi; suhu
tubuh, demam, pada luka; drinage, pus atau purulent
*
Lakukan perawatan luka dengan
teknik steril
*
Berikan obat antibiotik bila
diindikasikan sesuai program
*
Pertahankan balutan luka tetap
bersih dan kering
k. Resiko konstipasi berhubungan dengan immobilisasi
Tujuan: anak tidak mengalami konstipasi
yang ditandai dengan bising usus normal dan buang air beras dengan konsistensi
tinja lembek
Tindakan keperawatan:
*
Auskultasi bising usus tiap 4 –
8 jam
*
Berikan makan yang tinggi serat
*
Lakukan mobilisasi
*
Tingkatkan intake cairan yang
sesuia
2. Rencana Pemulangan
Ø Kaji tingkat pemahaman orang tua dan anak tentang kondisi
Ø Berikan informasi secara lisan atau tulisan untuk melakukan
perawatan pada pemasangan gips; menghindari kerusakan gips; basah, bahan-bahan
lain yang dapat merusak gips, hindari penggarukan pada gips, jangan menggunakan
lampu panas untuk mengeringkan gips
Ø Jelaskan untuk mengkaji status neuromuskuler
Ø Diskusikan tentang perawatan kulit dan mengidentifikasi tanda dan
gejala kerusakan kulit atau infeksi
Ø Diskusikan untuk aktivitas perawatan mandiri
Ø Jelaskan pentingnya melakukan ROM, dan simulasikan pada orang tua
dan anak
Ø Jelaskan pada orang tua untuk tetap menstimulasikan tumbuh kembang anak;
bermain dan mendukung kreativitas anak.
BAB IV
KESIMPULAN
Trauma
yang mengakibatkan fraktur dapat merusak jaringan lunak disekitar fraktur,
mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ-organ
penting lainnya.
Fraktur
dapat diklasifikasikan menjadi: fraktur terbuka, fraktur tertutup, dan fraktur
komplit serta fraktur tidak komplit. Penatalaksanaan pada fraktur bervariasi
sesuai dengan jenis fraktur. Cara penatalaksanaannya mencakup reduksi terbuka,
traksi, pemasangan gips, dan remodeling. Analgesik diberikan untuk
menghilangkan ras sakit, jenis dan dosisnya bergantung pada intensitas nyeri
anak.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suriadi, Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I.
Jakarta : PT Faja Interpratama; 2001.
2.
Cecily, Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
Comments
Post a Comment